Friday, June 3, 2011

Takut, Serakah, dan Harapan dalam Trading

(Vibiznews – Options) - Seorang yang sudah lama menjalankan trading investasi secara aktif, umumnya akan sampai pada suatu kondisi memahami atau semakin lama bertambah memahami bahwa psikologi perdagangan (trading psychology) sangat penting peranannya dalam aktivitas trading. Seorang penulis pernah memastikan bahwa kalau kita bertanya kepada siapapun trader yang sukses atas pertanyaan berikut ini: Apa yang paling penting dalam trading? Jawabnya adalah “Belajar menguasai emosi Anda sendiri”. Itulah yang bukan hanya penting, tetapi paling penting!!

Emosi yang paling sering dihadapi investor, dan ini secara klasik sudah diakui seluruh dunia, adalah: “Fear and Greed” . Masalah takut dan serakah. Kalau mau ditambahkan lagi dengan satu kata lain adalah “hope” atau harapan. Seorang investor misalnya akan tergoda untuk menjual secepatnya karena takut nanti porsi keuntungan akan berbalik arah menjadi kerugian. Terlalu cepat, padahal untung yang lebih besar tersedia kalau mau sedikit lagi bersabar. Tetapi bisa juga, terlalu lama menahan dan tidak segera menjual karena serakah. Selalu merasa tidak puas dengan hasilnya, akhirnya kerugian yang datang menjerat karena pasar yang segera balik arah, misalnya.

Bagaimanapun takut, serakah dan harapan adalah bagian dari kepribadian manusia. “Bagaimana tidak takut, bukankah uang kita ada di situ?,” demikian pikiran sebagian investor. “Jangan sampai dan kalau bisa jangan pernah rugi.” Yang terakhir ini merupakan pendapat yang sudah bercampur dengan serakah. Serakah bukan hanya mau yang sebanyak-banyaknya sampai menjadi tidak rasional, tetapi juga mental yang tidak mau rugi sama sekali.

Harapan bahwa pasar akan bergerak seperti yang kita mau, seringkali mengacaukan logika dan metode trading seorang trader. Tetapi itu sering dan lazim bagi investor, bukan? Harapan ini dapat membawa kita kepada keputusan tebak-tebakan. Cap-cip-cup. Sekalian saja dengar apa suara tokek malam ini. Kita putuskan ambil posisi duluan lalu berharap pasar yang akan mengikuti pas sesuai keinginan atau harapan kita. Pembaca budiman, bukan kita yang menggerakkan pasar. Kita yang harus bergerak mengikuti pasar. Tidak mudah mengatasi godaan perasaan seperti ini, tetapi demikianlah pentingnya belajar trading psychology. Belajarlah terus, setelah ini.

Seorang great trader Wall Street kelas dunia lainnya, dengan pengalaman trading selama 35 tahun, yang juga menjadi partner kami dan kerap datang ke Indonesia adalah Courtney Smith. Sebagai tokoh hedge-fund manager namanya dihormati dengan analisisnya yang selalu menjadi acuan para trader di Wall Sreet. Penulis dari lima buku investasi terkenal terbitan John Willey & Sons, dalam salah satu sesi coaching -nya di Indonesia pernah menyampaikan sesuatu pernyataan yang menarik perhatian saya. Dia sangat sering menang trading, dengan rata-rata hanya menggunakan waktunya sehari 15 menit saja. Tentang emosi dia katakan bahwa dia tidak ada lagi perasaan antusias dalam trading. Sering hanya kebiasaan saja dan bahkan cenderung “membosankan” atau mencapai kondisi bosan (boredom). Mengherankan? Tetapi dia diakui sebagai great trader dan punya banyak murid trader di berbagai belahan dunia, terutama Amerika dan Asia, termasuk Indonesia yang mengaguminya. Satu yang jelas bahwa emosi bukan masalah lagi baginya dalam trading.

Sampai di sini kita bisa pelajari bahwa minimnya keterlibatan emosi akan memberikan ketenangan bagi investor untuk secara disiplin menjalankan metode dan perencanaan trading-nya ( trading plan and methods). Secara fakta dapat dilihat bahwa ketidakkonsistenan dalam investasi banyak menjebak dan mendatangkan keputusan yang salah dan pada akhirnya loss! Tentunya bukan itu harapan di antara kita sebagai investor, bukan?

Mengontrol emosi bukan hal yang mudah. Pada kenyataannya di sini sumber kekalahan terbesar para investor umumnya. Tetapi mulailah untuk menguasainya. Umumnya emosi yang salah dalam tradingadalah trader suka menyalahkan yang lain! Kita bisa mulai dari sini, yaitu belajar bertanggung jawab terhadap keputusan investasi kita sendiri. Keuntungan ataupun kerugian yang terjadi perlu dipelajari dari waktu ke waktu. Sembari proses berjalan Anda akan melihat diri Anda lebih tenang dan confident. Ini penting, karena sejalan dengan itu Anda akan melihat rekening trading profit Anda bertambah. Selamat belajar!

Gambar Source: fortunewatch.com

Bursa Hong Kong 2011; Berusaha Kendalikan Inflasi, China Gencar Memperketat Moneter

(Vibiznews - Index) – China telah menjalani tahun yang cukup mengesankan di tahun 2010. Mungkin dapat dikatakan bahwa China mengakhiri dekade pertama di abad ke-21 ini dengan posisi yang jauh berbeda dengan negara-negara lainnya.

China berhasil menangkis efek dari resesi global sejak tahun 2008 dan justru berhasil menyalib Jepang, menjadi negara dengan ekonomi terbesar ke-2 di dunia. Sementara itu, Eropa justru dicengkeram oleh ketidakpastian akibat krisis utang yang terjadi di zona tersebut.

Banyak hal telah terjadi di 2010, apa yang menjadi fokus di Asia pada tahun 2011 ini?

Sekilas Review Bursa Hong Kong di Tahun 2010



Secara umum, bursa Hong Kong berada dalam tren bullish di tahun 2010. Indeks Hang Seng berhasil menembus level tertinggi 2009, mencetak rekor baru di level 24988,57 pada November 2010.

Namun setelah mencetak rekor baru, hingga bulan Februari 2011 ini indeks Hang Seng tampak bergerak konsolidatif. Tertekannya bursa Hong Kong diperkirakan akibat dari gencarnya pengetatan moneter yang dilakukan oleh pemerintah China, dalam rangka mengendalikan laju inflasi.

China telah meningkatkan suku bunganya total sebanyak 3 kali hingga saat ini. Pertama kali dinaikkan pada 20 Oktober 2010, lalu berikutnya 25 Desember 2010 dan 8 Februari 2011. Suku bunga dinaikkan dengan tujuan untuk mengerem laju pertumbuhan ekonomi China yang makin pesat, yang dimana berakibat terjadinya kenaikan harga (inflasi) terutama pada bahan-bahan makanan.

Tingginya Inflasi di Asia

Saat ini, pusat pertumbuhan ekonomi dunia memang terletak pada Asia, namun pesatnya pertumbuhan ekonomi menciptakan tingginya inflasi. Hal inilah yang sedang terjadi di Asia saat ini, terutama kekhawatiran datang dari China sebagai negara dengan ekonomi terbesar ke-2 di dunia saat ini.

Pertumbuhan ekonomi China selama beberapa dekade terakhir memang cukup impresif. Di tahun 2011, walaupun diperkirakan tidak akan se-cemerlang sebelumnya, ekonomi China diproyeksikan masih akan bertumbuh sekitar 8-9% oleh kebanyakan ekonom dunia.

Namun kendalanya saat ini adalah bahwa pertumbuhan pesat China dikhawatirkan akan sulit dipertahankan dan justru berpotensi berujung bubble akibat terlampau “panas”-nya ekonomi China. Sehingga masalah terbesar China saat ini bukanlah menghasilkan, namun memastikan bahwa pertumbuhan ekonomi mereka stabil dan dapat dipertahankan.



Pada tanggal 20 Oktober 2010, China untuk pertama kalinya menaikkan suku bunga sejak hampir 3 tahun terakhir. Hal tersebut tampaknya cukup berhasil menekan inflasi walau masih tinggi.

Inflasi di China mencetak rekor tertinggi selama 28 bulan terakhir, yakni 5,1% di bulan November 2010.

Tingginya inflasi di China terutama di kontribusi oleh harga bahan-bahan makanan, dimana tercatat meningkat 11,7% di bulan November 2010 dibandingkan tahun sebelumnya.

Laju inflasi di Desember 2010 tercatat menurun menjadi 4,6%, sedangkan kenaikan harga pangan menurun menjadi 9,6%, namun angka tersebut masih melampaui target inflasi tahunan PBOC (People’s Bank of China) sebesar 3% di tahun 2010.

Tingginya inflasi di China yang tampak resilien membuat China kembali menaikkan suku bunganya pada 25 Desember 2010 dan 8 Februari 2011. Suku bunga pinjaman saat ini telah dinaikkan menjadi 6,06% dan suku bunga deposito menjadi 3,00%. Untuk tahun 2011, pemerintah China meningkatkan target inflasinya menjadi 4%.

Outlook Bursa China dan Hong Kong

Saat ini ada risiko yang cukup tinggi bahwa inflasi di Asia akan tidak terkontrol, terutama di China. Bank-bank sentral di Asia harus mempercepat langkah pengetatannya untuk mencegah laju inflasi yang terlalu tinggi.

Dan jika memang dilakukan, seperti China yang gencar menaikkan suku bunganya belakangan ini, hasilnya dapat berakibat perlambatan ekonomi China dan berpotensi berdampak negatif terhadap ekonomi negara-negara sekitarnya bahkan secara global.

Melihat China dan negara Asia lainnya yang berusaha menjinakkan inflasi pada tahun 2011 ini, tren bullish bursa Asia khususnya bursa China dan Hong Kong akan tertahan dan cenderung bergerak konsolidatif, mungkin setidaknya hingga pertengahan tahun 2011. Khusus untuk indeks Hang Seng, diperkirakan sementara ini support kuat dapat ditemukan pada kisaran 21500, sedangkan resistance pada kisaran 25000.

Tahun ini mungkin akan menjadi tahun “pengetatan moneter” di Asia.